Advertisement

Responsive Advertisement

Naskah Teater Tadarus Puisi IV “SULUK WUJIL” karya : Sunan Bonang adaptasi : Ajengan Jabal

Naskah Tadarus Puisi IV“SULUK WUJIL”

karya : Sunan Bonang  adaptasi : ajengan jabal sutradara : Ladun BachtiarHalaman YPI PP Nurul Falah Gunung Tiga, 11 Agustus 2012 Pkl.20.45


Suasana yang hening perlahan dihempas suara angin menderu dan suara-suara berbisik “DEMI MASA” semakin membuat suasana mencekam. Terus menerus suara itu semakin lama mengeras hingga terdengar alunan orang mengaji Al- Ashr.... Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran Hingga Munculah Siluet membacakan puisi :


Berbekallah menyongsong sesuatu yang pasti kan tiba
kematian adalah waktu yang sudah ditetapkan bagi manusia
ridhaka engaku diiringi orang2 yang berbekal
sedang engkau sedikitpun tiada  membawa bekal?
berbekalah takwa dalam kehidupan ini
karena kau tak tahu apakah hidupmu sampai pagi hari
tanpa sakit apapun orang sehat bisa meninggal dunia
sementara orang yang sakit semakin panjang umurnya
berapa banyak pemuda yang larut dalam kelalaian
sementara kain kafannya sedang dibuatkan.



(kemudian muncul orang-orang membawa nisan, yang di letakan di punggung masing-masing seraya mengucapkan kata-kata “sepikul dosa sepukau sepi , nisan tersebut merupakan simbol bahwa mereka hidup penuh dengan keburukan. Mereka berjalan tanpa tujuan, tidak saling mengenal, dan  memikirkan beban dosa-dosanya  ) “komposisi”. Kemudian muncul seseorang membacakan puisi Mantera sambil tertawa keras:


AYO
Karya : Sutardji Calzoum Bachri
Adakah yang lebih tobat
dibanding air mata

adakah yang lebih mengucap
dibanding airmata
adakah yang lebih nyata
adakah yang lebih hakekat
dibanding airmata
adakah yang lebih lembut
adakah yang lebih dahsyat
dibanding airmata
para pemuda yang
melimpah di jalan jalan
 itulah airmata
MANTERA
Karya : Sutardji Calzoum Bachri
              
    lima percik mawar
                    tujuh sayap merpati
                    sesayat langit perih
                    dicabik puncak gunung
                    sebelas duri sepi
                    dalam dupa rupa
                    tiga menyan luka
                    mengasapi duka
                    puah! (
orang-orang terkapar)
                    kau jadi Kau!
                    Kasihku

(orang-orang yang terkapar perlahan mersakan kesakitan yang sangat, meraka mencakar dan menyakiti diri sendiri. Salah satu diantara orang-orang itu ada yang membaca puisi “Orang menangis” dan yang lainnya mengucap “sepisau luka sepisau duri, sepikul dosa sepukau sepi”).



FULL NASKAH