KARTINI BERDARAH
AMANATIA JUNDA .S
TOKOH:
- Kartika : Seorang gadis berusia 17
tahun. Berambut panjang dikepang dua, berkacamata besar, seorang kutu
buku, pendiam dan kurang pergaulan.
- Kartini : Sahabat khayalan Kartika.
Seorang wanita berusia sekitar 20 tahun-an, rambut bersanggul, memakai kebaya,
wajah keibuan, seperti sosok pengganti ibu sekaligus sahabat bagi Kartika
- Friska :
Seorang gadis kaya. Berusia 17 tahun. Berambut ikal, cantik, ramping,
tinggi. Ketua geng Perfume. Mempunyai sifat sombong, dan sewenang wenang.
- Lena :
Seorang gadis berusia 16 tahun, anggota geng Perfume. Jangkung, berambut pendek. Agak tomboy. Sering main tangan.
- Windi : Seorang
gadis berusia 17 tahun, anggota geng Perfume.
Seorang playgirl, centil, kurang
pandai dalam pelajaran.
- Resnaga : Sahabat Kartika sejak kecil. Seorang pemuda berusia 17 tahun. Tinggi sedang, berpenampilan
sederhana. Ramah, setia, dan baik hati.
- Malvin : Seorang
idola sekolah, berusia 18 tahun, tampan, angkuh, berpenampilan keren. Kekasih
Friska.
- Bu Sartika : Ibu Kartika.
Berusia sekitar 45 tahun, seorang wanita karier, janda, penuntut pada anak
semata wayangnya, dan over
protektif.
Panggung dibagi menjadi 2
bagian, kanan dan kiri. Bagian kanan merupakan kamar Kartika. Didominasi warna
putih. Terdapat sebuah ranjang kayu kecil bersprei putih motif bunga bunga,
sebuah meja belajar kayu dengan lampu duduk dan tumpukan buku biografi RA. Kartini,
dan kursi putar putih. Keduanya menghadap ke penonton. Latar belakang adalah
dinding kamar berwarna putih dengan gambar gambar RA Kartini ukuran A3. Di awal
cerita akan ditambahkan sebuah cermin ukiran dari Jepara. Terbuat dari bingkai
kayu berukir dengan cermin yang dapat membuka dan menutup, untuk tempat keluar
masuk Kartini dari belakang panggung.
Bagian kiri, 2 kali lipat
luasnya daripada kamar Kartika. Sebuah ruang kelas dengan bangku bangku kayu,
papan tulis dan meja guru. Latar belakang dinding kelas bercat biru muda dengan
jendela jendela besar dan gambar gambar pahlawan. Terdapat pintu di salah satu
sisi dinding samping yang menghubungkan ke belakang panggung.
ADEGAN
1
Narator : (Mengutip salah satu penggalan
Daripada mati itu akan tumbuh kehidupan baru.
Kehidupan baru itu tiada dapat ditahan tahan, dan meskipun sekarang
dapat juga ditahan-tahan, besoknya akan tumbuh juga dia, dan hidup makin lama
makin kuat makin teguh.
Kamar Kartika
Kartika :
(memakai piyama, sedang membaca buku
“Habis Gelap Terbitlah Terang” yang disusun oleh Armijn Pane, di meja belajar.
Airmuka serius, lampu duduk menyala.)
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dan suara panggilan untuk
Kartika.
Bu Sartika :
Kartika? Kartika?! Buka pintunya! Hari masihlah sore, gemarkah kau untuk tidur? Bukalah! Lekas!
Kartika :
Menghela napas panjang, kemudian menutup bukunya dan bangkit untuk membuka
pintu.
Bu Sartika : Astaga!
Sesore ini kau sudah siap berpiyama? Bisakah kau tidak bermalas malasan saja? (Menatap Kartika tak percaya, tangannya membawa tas tangan kecil.
Dibelakangnya 2 orang pesuruh menggotong sebuah benda setinggi 2 meter berbungkus kertas cokelat.)
Kartika :
Ma, Kartika sedang baca buku, bukan sedang tidur. (Bela Kartika pelan, sambil mengangkat buku Habis Gelap Terbitlah
Terang)
Bu Sartika : Oh terserahlah,
kau pasti membaca buku cerita. Itu sama saja dengan tidur. Sia-sia belaka. Pak,
bawa masuk kesini (masuk ke dalam dan
menunjuk dinding) Letakkan disini saja, ya bagus, kalian bisa keluar.
Terimakasih.
Setelah 2 pesuruh tersebut keluar
Kartika :
Apa ini Ma? (Menghampiri benda tinggi
bungkusan cokelat tersebut, penasaran)
Bu Sartika : (Duduk di tepi ranjang sambil melepas sepatu
hak tingginya) Mama bawakan oleh oleh untukmu. Bukalah, kau pasti suka. Itu
dari Jepara. Asli! (Tersenyum sambil
menunjuk bungkusan tersebut pada Kartika.)
Kartika :
lukisan RA Kartini, Ma?! (segera menyobek
bungkusan tersebut dengan bersemangat).
Sartika : Bukan,
itu lebih bermanfaat buatmu.
Kartika :
(Tertegun mendapati sebuah bingkai kayu
jati. Selebar setengah meter dan setinggi 2 meter. Sekeliling tepinya penuh
dengan ukir ukiran berbentuk sulur sulur. Kaki cermin juga berukir berbentuk
bonggol akar yang kokoh. Warna bingkai cokelat tua berpelitur mengkilat.)
Sartika :
Kenapa? Kau tak suka cermin itu?
Kartika :
Buat apa Ma? Tika rasa cermin ini terlalu besar untuk kamar ini. (berkata lirih sambil melirik bingkai kayu
tersebut tanpa minat) Oh ya! (serunya
mendadak) Kartika sedang baca buku RA Kartini, Ma… bagus sekali ceritanya.
Mama mau baca? (menyodorkan buku Habis
Gelap Terbitlah Terang dengan wajah berseri)
Bu Sartika :
Tika! Berhentilah baca buku buku konyol seperti ini! Sekarang bukan saatnya kau
mengenang jasa Kartini. Tapi manfaatkanlah jasanya sebaik mungkin. Mana prestasi
yang dapat kau berikan buat Mama? Kerjakan tugasmu dan belajarlah yang tekun.
Harusnya kau bersyukur emansipasi menjadikanmu pelajar sampai sekarang dan mama
seorang manager perusahaan besar.” (berucap lantang)
Kartika : Mama sama sekali tak berminat baca ini? (masih menyodorkan buku tersebut)
Sartika :
Ya.. ya..ya.. Mama akan baca jika mama sudah pulang
dari dinas ke
Kartika :
Tapi Mama
Bu Sartika : Mama mendadak
ditugaskan atasan untuk mengurusi proyek yang baru. Sudahlah, mama capek. Mama
hendak istirahat (bangkit, sambil
menguap) Oh ya, cermin itu gunakan baik baik. Kau harus banyak merias diri,
berlatih berbicara di depan umum dan menjadi seorang gadis teladan yang
menyenangkan.
Kartika :
Maksud Mama?
Bu Sartika : Bulan depan ada pesta peresmian kantor baru Mama. Kau harus ikut, mama ingin mengenalkanmu
dengan anak kolega mama. Malam Sayang.. (mengecup
kening Kartika lalu beranjak keluar)
ADEGAN 2
Pagi hari. Sebuah kelas dengan bangku bangku yang masih kosong dan beberapa
bungkus bekas jajan berserakan. Seorang pemuda tampan sedang duduk di meja guru smbil mendengarkan sebuah
lagu dari Ipod. Seorang pemuda
sederhana membawa sapu menghampirinya.
Resnaga :
Malvin, hari ini piketmu. (menyodorkan
sapu)
Malvin :
(Acuh, Kepalanya bergoyang goyang
menikmati lagu)
Resnaga :
Malvin, hari ini piketmu! (berteriak
lebih nyaring)
Malvin :
(Masih tetap acuh. Bahkan lebih keras
menggoyang goyangkan kepalanya)
Kartika :
Biar aku saja, mana sapunya? (tiba-tiba muncul dari balik pintu)
Resnaga :
Mengapa kau begitu baik hati? Malvin tak pernah piket, kau tahu? (protes, agak keras menunjuk Malvin.
Sedangkan Malvin melepas earphone)
Kartika :
Karena aku.. aku… (gugup, terbata-bata
saat melihat Malvin menatapnya tajam)
Friska :
Karena dia memang seorang pembantu! Ha.. ha.. ha.. (tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan suara yang nyaring. Dibelakang,
Lena dan Windi mengikutiku sambil terkikik)
Windi :
Oh, sungguh malang.. udah kuper, culun, kacamata pantat botol, pembokat lagi!
Hi..hi..hi..
Lena :
Nih, sekalian ngepel lantai! (melempar
kain lap yang ada di salah satu bangku)
Resanaga :
Kalian jangan seenaknya pada Kartika. (merebut
sapu dari tangan Kartika) Malvin,
piketlah! Apa kau tak malu kewajibanmu diambil alih Kartika?
Malvin :
Bah! Aku laki-laki. Menjijikkan sekali aku harus menyapu. Itu memang tugas perempuan! (Melempar sapu ke lantai) Ayo kita pergi! (menggandeng
Friska, keluar diikuti Lena dan Windi yang menyibir ke arah Resnaga dan
Kartika)
Resnaga :
(Mendesah panjang, menatap Kartika dengan
iba) Aku tak habis pikir. Mengapa kau selalu mengerjakan tugas tugas Malvin
dengan ringan tangan?
Kartika :
(terdiam beberapa saat) Res, apa kau
tak pernah mendengar cinta itu butuh pengorbanan? (berujar pelan kemudian beranjak pergi)
Resanaga :
(Mengambil sapu, dan menyapu perlahan)
Aku telah lama berkorban untukmu Kartika… Hanya saja kau tak pernah tahu. (bergumam lirih)
ADEGAN 3
Sore hari, Kamar Kartika…
Kartika masuk ke dalam kamar, masih
mengenakan seragam sekolah. Menghampiri meja untuk meletakkan tas dan bukunya.
Kemudian berjalan menghampiri cermin Jepara.
Kartika :
Indah nian kau cermin.. wahai benda antik dari Jepara. (mengelus ukir ukiran di tepian cermin, perlahan) Kau ingatkanku pada Ibu Kartini.. andaikan kau
adalah penghubung masa ini ke masa lalu, akan kutemui Ibu Kartini.. akan
kuceritakan semua jasanya telah mengubah zaman dan nasib perempuan. Namun aku
masih terkukung disini.. layaknya Ibu kita dipingit dan tak kuasa menanggung
senyap… (bernada sedih, meratap) Oh,
betapa sunyinya hidupku. Tak pernah dicinta dan Malvin tak pernah menoleh
padaku, haruskah aku mengubah diriku menjadi gadis gadis seperti geng Parfume? Andaikan, Ibu Kartini kemari…
mungkin aku akan menjadi gadis paling beruntung di dunia.
Tiba-tiba lampu kamar padam, cahaya merah
berkerlap kerlip, terdengar suara desauan angin.
Kartika : (tersentak
kaget) Oh, ada apakah ini? (ketakutan,
berlari naik ke atas ranjang)
Sesosok wanita muncul dari bingkai cermin
Jepara, melangkah keluar. Menghampiri ranjang. Lampu kembali menyala terang dan
suasana kembali normal.
Kartini : Nduk, tenanglah… iki ibumu. (tersenyum lembut)
Kartika :
Siapa kau?! (semakin duduk menyudut di
ranjang, memeluk kedua lututnya. Wajahnya luar biasa ketakutan)
Kartini :
Aku Kartini. Aku yang selama ini kau tuturkan di lembaran lembaran kertas buku
harianmu. Aku yang selama ini kau rayakan setiap tanggal 21 April, sama dengan
hari lahirmu juga kan, Nduk?
Kartika :
(Mulai tenang, mengendurkan pelukan
lututnya.) Kau Kartini? Raden Ajeng Kartini? Benarkah? Bagaimana kau bisa
tahu aku?
Kartini :
(Tersenyum lebih ramah) Ya, aku Raden
Ajeng Kartini. Namun, apalah arti sebuah status ningrat jika Raden Ajeng harus
hidup di penjara sangkar emas? Dikelilingi 4 tembok serasa kebebasan adalah kebahagiaan
terbesar.
Kartika :
Bagaimana Ibu bisa datang kemari? Sudikah ibu bersahabat dengan gadis memalukan
seperti saya ini?
Kartini :
Oh, Nduk… tiada boleh kau berkata seperti itu.
Ingin benar hatiku
berkenalan dengan seorang anak gadis modern, gadis yang berani, yang sanggup
tegak sendiri, gadis yang aku sukai dengan hati jantungku. Anak gadis yang
melalui jalan hidupnya dengan langkah tangkas, yang berdaya upaya bukan hanya
untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk bangsa… Ibu datang dari jauh untuk
mendengarkan segala kegundahan hatimu. Anggaplah aku sahabat penamu yang
akhirnya berkunjung menengok seperti tatkala aku bersua dengan Nyonya Abendanon.
Kartika :
(Menghambur, memeluk Kartini, terisak
isak) Ibu…! Kartika rindu sekali pada Ibu. Setiap malam Kartika diam diam
membaca buku tentang Ibu. Berhati hati kalau Mama sampai menangkap basah
Kartika, dan membuang segala yang Kartika koleksi tentang Ibu.
Kartini :
Sshh… (membelai rambut Kartika)
Yakini, ibu juga merindukan sosok gadis berhati suci sepertimu. Tidurlah, besok
kau sekolah bukan? Betapa beruntungnya dirimu yang hidup di dunia pencinta
kebebasan. Bukankah begitu, Nduk?
Kartika :
(Mengangguk lemah) Ibu benar.
Emansipasi menghapus diskriminasi untuk golongan kita. Dan ibu pasti senang
melihat jasa ibu terlampau besar untuk Indonesia.
Kartini :
Aku tahu jalan yang hendak aku tempuh itu sukar, banyak duri dan onaknya dan
lubang lubangnya. Jalan itu berbatu batu, berlekuk-lekuk, licin, jalan itu..
belum dirintis! Dan biarpun aku tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu,
meskipun patah di tengah jalan, aku akan mati dengan merasa bahagia, karena
jalannya kini telah terbuka lebar.
ADEGAN 4
Sebuah kelas, terdengar suara gaduh dari 3 orang siswi. Friska, Lena, dan
Windi.
Friska :
(Duduk di meja, airmuka cerah) Oh,
kemarin malam adalah pesta terkeren sepanjang hidupku. Seperti mandi keringat
aku ikut dugem di dancefloor. 4 kali
aku bolak balik ganti pasangan. Sungguh menyenangkan!
Wndi
: Iya, tentu saja kau bolak balik ganti pasangan.. bukankah kita bertiga
sungguh seksi tadi malam?
Friska :
Ya jelaslah. Apalagi kau kemarin mabuk berat Windi. Hei, tidak ingatkah kau?
Kemarin kau membuka setengah bajumu dan bergoyang sungguh panas!
Windi : Oh ya?!(Memekik girang) bagaimana reaksi cowok
cowok itu?
Lena
: Wow! Mata mereka seketika hijau! Dan langsung teler melihatmu!
Friska : Air liur
mereka sampai menetes di gelas cocktail.
Friska,
Lena :
Hai, kau! Kesini…. Cepat! (menunjuk Kartika, tawa mereka menghilang.
Wajah wajah centil berubah menjadi beringas)
Kartika berjalan menunduk, ketakutan.
Friska :
Jalan lelet amat! Rupanya hendak bersaing dengan kura-kura! Darimana saja kau,
Kuper?! (Membentak)
Kartika : (Tergagap) Da.. da.. ri.. P..per
pustakaan
Lena :
Hei! Ngomong yang tegas! (menepuk pipi
Kartika)
Windi :
Iya nih, berminat ya jadi gadis sok bisu? Udah kuper,
siapa yang mau repot repot melirikmu? Apalagi.. hi..hi..hi.. lihat deh, apa
bawaannya?
Friska : (meloncat turun dari meja, berdiri dan
segera merebut buku buku yang didekap Kartika) Ya ampun! Hari gini… nggak
salah baca, kau? Kartini? Memang masih zaman? Hm… (membaca satu persatu judul buku buku) ada RA Kartini, Kartini
Sebuah Biografi, dan.. astaga! Judul jadul banget nih, Habis Gelap Terbitlah
Terang. Eh, pernah dengar nggak kalian? (menoleh ke Windi dan Lena
yang menggelengkan kepala bersamaan sambil mencibir)
Windi :
Yang aku tahu sih adanya Habis gelap total terbitlah tagihan PLN, belum bayar
listrik kaleee…
Friska dan Lena: (tertawa terbahak, bersamaan) Ha.. ha.. ha
Kartika
: (Berusaha merebut buku yang dipegang
Friska) Kembalikan! Kembalikan.. buku itu!
Friska
: Oh, Dear… Len, tahan dia! (memerintah keras. Segera Lena mengunci
kedua lengan Kartika ke belakang punggungnya) Coba kita baca sekilas buku
macam apa ini, Sobat. (Berdehem, dengan
mimik sok serius, membuka salah satu halaman buku RA Kartini karangan Tashadi)
Denger ya, salah satu kutipan surat Ibu kita tercinta “Selama ini hanya satu
saja jalan terbuka bagi gadis Bumiputera akan menempuh hidup, ialah kawin.”
Friska, Lena, dan Windi : Tertawa tergelak.
Lena :
Hari gini.. kawin? Emang Siti Nurbaya?
Windi :
Wah, wah, wah pantas saja kau jadi anak kuper.. bacaanmu masih seputar zaman
tempoe doeloe… parah!
Friska :
Oke, sebagai teman yang baik bagaimana kalo kami membantumu sembuh dari
ke-kuper-an? (tanpa menunggu jawaban dari
Kartika yang sibuk melepaskan diri dari cengkeraman Lena, kini Friska merobek
buku tersebut)
Kraak… Kraak.. Kraak.. Segera lembaran
buku Kartini berserakan di lantai kelas. Kemudian dengan bernafsu Friska dan
Windi menginjak injaknya.
Kartika :
Kumohon hentikan…! Jangan disobek! Kumohon… (Kartika
berontak kemudian Lena mengendorkan cengkeramannya. Seketika Kartika menyerang
Friska untuk menghentikannya)
Friska :
Nih, kita nggak butuh baca ginian! (melempar
buku buku Kartini ke lantai dan segera menginjaknya juga)
Kartika menunduk dan melindungi buku buku
tersebut. Berkali kali Friska dan kedua teman temannya menendang Kartika.
Lena : Rasakan! (menendang keras) Dasar penyembah buku!
Malvin muncul dari balik pintu, menggeleng
gelengkan kepala melihat Geng Parfume
sedang menyiksa Kartika.
Malvin :
Sudah hentikan Friska, Lena, Windi! (seru
Malvin agak keras)
Friska :
Tapi Babe, anak ini rese’ sekali
tadi, Huh! Masa’ aku sama anak anak tidak dicontekin pas ulangan Fisika? (menghentikan acara menyiksa lalu
menghampiri Malvin dan mengeluh manja)
Malvin :
Salah kalian sendiri tidak belajar. Sekarang berhentilah main mainnya, katanya
kita mau jalan-jalan?
Friska :
(mengangguk dan tersenyum manis) Ayo,
kita tinggalkan dia!
Setelah keempat murid tadi pergi keluar
dari kelas, Resnaga muncul dan keheranan melihat Kartika sedang memunguti
sobekan kertas dan berusaha menyusunnya.
Resnaga :
Kartika? Kok belum pulang?
Kartika :
(Menoleh ke asal suara, memaksakan
senyum) Oh, kau.. Res.
Iya, aku habis dari perpus.
Resanaga :
Kau sedang apa? Hei, apa yang terjadi?
(Menghampiri Kartika dan membantu memunguti buku buku yang berserakan)
Kartika :
Aku sedang melindungi harta bangsa. Sisa sisa
pengabdian ibu kita.
Resnaga : Ibu kita? Siapa?
Kartika :
(terbelalak, menatap Resnaga tak percaya)
Tak tahukah kau? Raden Ajeng Kartini! Beliau Ibu kita semua bukan? Beliau
sungguh baik hati. Beliau sangat keibuaan, belaiannya sangat lembut… ah, aku
masih bisa merasakannya. (menyentuh
rambutnya) Hm, kira-kira sekarang Ibu sedang apa ya?
Resnaga :
Kartika, kau baik baik saja kan? (menyentuh
kening Kartika dengan lembut)
Kartika :
Apa maksudmu?! (menepis tangan Resnaga
dengan kasar)
Resnaga :
Aku mengkhawatirkanmu. Lagipula... bukankah Kartini sudah tiada? Bagaimana bisa
kau merasa belaiannya?
Kartika :
Beliau masih hidup kok! Beliau sengaja
datang dari jauh untuk menemaniku. Ah, sudahlah. Pasti kau tak kan percaya.
Lebih baik aku pulang saja. Sampai jumpa. (Berdiri,
memasukkan buku buku ke dalam tas dan kemudian beranjak pergi)
ADEGAN 5
Sore hari, kamar Kartika
Bu Sartika :
(Berdiri mondar mandir sambil sesekali
menengok jam tangan yang melingkar di lengan kirinya) Oh, hari sudah sore.
Kartika tak kunjung pulang, kemana saja anak itu? Tak tahukah dia kalau hari
ini Keluarga Gana akan berkunjung kemari?
(tiba-tiba
perhatiannya tertarik pada sebuah buku agenda bersampul merah di atas meja
belajar) Diary? Kartika
menulis Diary? Hm… boleh juga. Aku penasaran dengan isinya. (Duduk, dan mulai membaca buku agenda
tersebut)
Tiba-tiba Kartika muncul dari balik pintu.
Kartika :
Mama? (melirik buku agenda yang langsung
dikembalikan mamanya di atas meja) Mama baca diary-ku?! (agak keras)
Bu Sartika :
Iya. Apa tidak boleh? Kau adalah anak Mama. Urusan
pribadimu otomatis urusan Mama juga.
Kartika :
Tapi Ma…
Bu Sartika :
Tapi apa? Mama tahu kamu
sekarang sedang menyukai teman kelasmu. Siapa Malvin itu?
Kartika :
(Terdiam, menunduk)
Bu Sartika :
Dengarkan Mama Kartika. Kau harus jatuh cinta pada lelaki yang tepat! Jangan
sampai kau mendapat lelaki brengsek seperti papamu. Turuti saja pilihan Mama.
Kau pasti suka. Sekarang lekaslah mandi dan berdandan yang cantik. Keluarga
Gana akan datang dan makan malam bersama kita.
Kartika : (Mendongak) Siapa mereka Ma?
Bu Sartika :
Tentu saja calon keluarga barumu! (Keluar dari kamar Kartika)
Kartika :
(Terduduk lemas di ranjangnya. Memeluk
buku RA Kartini. Mulai terisak sedih)
Tiba-tiba Kartini keluar dari bingkai
cermin Jepara. Kemudian berjalan menghampiri Kartika, duduk di sampingnya dan
membelai rambut Kartika dengan lembut.
Kartini :
Anakku, ceritakanlah semuanya pada Ibu, agar lapang dadamu.
Kartika :
Hiks… Ibu… saya hendak dijodohkan hiks.. oleh Mama
saya. Saya nggak mau. Saya mencintai pemuda lain. (terisak semakin keras)
Kartini : Cinta, apakah yang kau ketahui tentang
perkara cinta itu? Betapa kau akan mungkin sayang akan seorang laki laki dan seorang
laki laki kasih akan kau, kalau kau tiada berkenalan bahkan yang seorang tiada
boleh melihat yang lain? Aku berkehendak bebas, supaya aku boleh dapat berdiri
sendiri, jangan bergantung kepada orang lain, supaya jangan… jangan sekali kali
dipaksa kawin!
Kartika :
Ibu, mengapa hidup saya sangatlah sengsara? Saya tak pernah bahagia tak terkira
terkeculai bertemu dengan ibu. Hanya ibu yang mengerti hati saya. Maafkan saya
Bu, tidak bisa melindungi buku buku tentang ibu. Teman teman kelas saya menyobeknya tadi siang dan
mereka selalu menyiksa saya.
Kartini :
Aduh, Tuhan, ya Tuhan! Sedih hati melihat kejahatan sebanyak ini di sekeliling
diri, sedang diri tiada berdaya akan menjauhkannya! Sabar ya Nduk…
ADEGAN 6
Di kelas, suatu siang…
Malvin dan Friska tampak bermesra-mesraan
di kelas yang kosong. Mereka
saling menggoda, dan tertawa. Kemudian Friska bergelayut manja pada Malvin.
Mereka berdua berpegangan tangan. Dari arah pintu, Kartini berjalan cepat
sambil menunduk. Ia terperangah melihat pemandangan tak pantas di kelas.
Seketika buku buku yang didekapnya jatuh berdebam ke lantai.
Malvin :
Oh kau Tik, aku kira guru. (refleks
melepas genggaman tangannya dengan Friska)
Friska : Hei, kuper! Ngapain kesini? Ganggu
orang pacaran saja! (membentak dengan keras)
Kartika :
Ma.. maaf.. aku.. nggak tahu kalau kalian..
Friska :
Nggak tahu apa? Bilang saja iri! (Berkacak pinggang kemudian bangkit berjalan
menghampiri Kartika)
Windi dan Lena masuk ke dalam kelas.
Lena :
Apa ini? (Memungut buku agenda yang
terjatuh bersama buku buku yang lain)
Kartika menoleh, terkejut.
Lena : Lihat! Ck..
ck.. ck.. tak kusangka! (Menunjukkan sebuah halaman dari agenda
tersebut ke teman temannya. Sebuah tulisan dengan huruf besar besar berbunyi
AKU CINTA MALVIN)
Friska :
(Mendelik marah) Kau cinta Malvin?
Kau menyukai cowokku? Bisa-bisanya kau… Plak! (menampar
Kartika dengan keras)
Malvin menghampiri mereka berdua. Kemudian
mengambil alih agenda yang dipegang Lena dan tertawa terbahak bahak.
Malvin :
Wah wah wah, aku tak menyangka tipe cowokmu seperti aku Tika. Kiranya seperti
Resnaga yang culun.
Lena, Windi dan Friska : (Ikut tertawa keras)
Malvin :
Kartika.. Kartika.. bercerminlah dulu sebelum kau menyukai seseorang! Kau itu
SANGAT TIDAK PANTAS buatku yang kaya, tampan dan idola semua cewek! Maaf
Kartika… lebih baik kau berhenti menulis namaku di diarymu, buang buang kertas saja. (Menghmapiri Lena dan meraih agenda tersebut. Dibolak baliknya dengan antusias)
Windi :
Iya, kau itu seperti pungguk merindukan bulan!
Lena :
Bukan, tapi seperti langit dan bumi!
Friska :
Eh, salah lagi. Lebih mirip Kutu dan pangeran!
Malvin dan geng Parfume: (tertawa sangat keras)
Malvin :
Dasar gadis lugu. Ayo kita pergi! (Merangkul Friska yang tertesenyum sinis
pada Kartika yang sedari tadi menunduk)
Lena dan
Windi pun beranjak keluar mengikuti mereka.
ADEGAN 7
Kamar Kartika
Kartini : (Berjalan
mondar mandir, bergumam sendiri) Oh, anakku yang malang… aku tahu semua perbuatan
keji yang dilakukan mereka! Seperti Belanda menjajah anak pribumi. Namun,
pantaskah saudara menjajah saudara sendiri? Tiada satu pun jua yang boleh
menyakiti Kartika.
Kartika : (Muncul
dari balik pintu) Aku pulang…
Kartini : Masuklah Nduk.
Ssh.. jangan berkata apa pun. Ibu
tahu perasaanmu.
Kartika
: Bagaimana Ibu bisa tahu?
Kartini : Apa kau lupa dengan tujuan ibu
kemari? Setiap hari aku melihat lihat dunia masa sekarang yang sangat pesat
peradabannya. Namun, aku iba hati ini tatkala aku menjumpai berbagai macam
perempuan seperti mereka. Karena bukan barang yang indah indah saja yang
menjadi terlihat olehku.
Kartini :
Maksud ibu? Perempuan yang seperti apa?
Kartini :
(Menghela napas panjang sambil duduk di
kursi) Apalah artinya perjuangan ibu selama ini? Emansifatie yang mendarah daging telah disalahgunakan.
Kratika :
(Duduk di tepi ranjang) Maksud Ibu? Kartika semakin tak mengerti. Jasa Ibu
sungguhlah besar.
Kartini :
Namun mereka tak tahu bagaimana mengamalkannya! Ibu tak kan berjuang jika
akhirnya mengetahui betapa mengerikan sikap perempuan masa ini. Mereka berjalan
dengan busana ala kadarnya, seperti memang lebih mengasyikkan tuk telanjanng.
Emansipasi juga telah mengubah mereka untuk terus mengejar pekerjaan dan
menyiakan suami dan anak anak mereka. Pantaskah perempuan seperti itu? Mereka
tiada boleh melupakan sama sekali adat dan norma. Oh, namun betapa memalukan
mereka berjalan, bernapas, bertingkah layaknya peerempuan binal tak punya urat
kemaluan! (suaranya sangat lantas dan
penuh emosi)
Kartika :
Oh, ibu. Sungguh besar derita dan bebanmu. Namun, masih banyak perempuan di
bumi Indonesia yang mempunyai akhlak mulia seperti Ibu.
Kartini :
Ya, kau benar Anakku. Alangkah susahnya dan sedihnya akan patah rasanya
hidupku. Jika semua yang kutuangkan dalam ratusan lembar surat dinodai oleh
tinta yang lebih pekat. Namun aku tahu, diliteran tinta kami masih memiliki
asa. Dan kau pikul cita citaku selanjutnya, kau emban dan kau simpan dalam
sanubari terdalam. Engkau jiwa yang suci Nduk..
jangan sampai ternoda.
Kartika :
Ah, aku hanyalah gadis lemah, rapuh dan tak berdaya. Sia sia saja aku, jika
orang yang kukasihi pun mengolokku.
Kartini :
Hapus airmatamu, sudah saatnya kau hapus noda yang mengotori halaman halaman
kisah hidupmu.
ADEGAN 8
Sore hari, Ruang kelas yang kosong…
Windi :
(Berdiri membelakangi pintu masuk.
Menelepon seseorang dengan suara yang sangat manja dan centil) Iya.. Sayang…
aku habis ini tunggu kau di depan gerbang sekolah ya? Jangan
ngaret lho! Awas! Nanti kita booking tempat
yang biasanya saja. Iya, ngerti nggak sih maksudku? Aku lagi bokek nih,
Tiba-tiba sosok hitam masuk ke dalam kelas. Sosok tersebut memakai
jubah hitam panjang dan tudung yang melindungi wajahnya. Tangan kanannya
memegang sebuah pisau tajam.
Windi : Oke deh Sayang…
sampai ketemu nanti (menutup pembicaraan,
berbalik dan seketika berteriak tertahan)
Windi jatuh
tersungkur di lantai kelas dengan darah membanjir dari perutnya.
ADEGAN 9
Kamar Kartika
Bu Sartika :
(Geleng geleng kepala sambil mengecek
thermometer) Astaga Kartika! Badanmu panas sekali! Kau harus banyak
beristirahat. Jangan baca buku buku cerita lagi. Pasti kau kecapekan.
Kartika :
(Membisu di balik selimut tebal)
Bu Sratika :
Kau harus makan yang banyak. Nanti Mama pesankan bubur ayam kalau lewat depan
rumah.
Kartika :
(Masih membisu. Tangannya mendekap erat
diary dan gambar RA Kartini)
Bu Sartika :
Oke, terserah kau saja. Ibu capek melihatmu akhir akhir ini seperti kehilangan
gairah hidup. Tapi Ibu tak bisa menungguimu lebih lama. Ada meeting di kantor hari ini. Jadi, kalau
ada apa apa kau hubungi Mama lewat telepon saja.
Kartika :
(Masih membisu. Tatapan matanya kosong ke depan)
Bu Sartika :
Sampai jumpa nanti malam Sayang… (mengecup dahi Kartika kemudian keluar)
ADEGAN 10
Pagi hari, Sebuah kelas yang kosong..
Masih sosok yang sama, memakai jubah hitam
dan tudung. Duduk di salah
satu bangku sambil menunduk. Beberapa saat kemudian Lena dan Friska masuk ke dalam kelas. Langkah mereka
terhenti ketika menjumpai sosok berkerudung hitam duduk tak bergerak.
Friska :
Siapa kau?! (Berteriak nyaring, air mukanya
mendadak berubah ketakutan)
Sosok itu masih
tidak bergerak.
Lena :
Fris.. apa jangan-jangan… Dia yang ngebunuh Windi? (Dengan nada takut bercampur ragu)
Friska :
Aku nggak tahu. Hei, jawab! Kau tuli ya? Kau siapa? Jangan bercanda! Ini nggak
lucu!
Masih tak ada reaksi.
Friska : (Menahan lengan
Friska : Tapi… (ragu-ragu, airmukanya masih sangat cemas)
Friska :
AAAAAAAA…! (Memekik nyaring dan segera
berlari keluar kelas)
ADEGAN 11
Kamar Kartika
Kartika masih sakit. Ia setengah berbaring
di ranjang. Menulis sesuatu di agendanya.
Pintu membuka, Kartini masuk ke dalam
kamar dan tersenyum melihat Kartika.
Kartika :
(Menoleh, kemudian membalas tersenyum,
lemah) Ibu darimana saja?
Kartini :
Tidak begitu penting. Hanya menghapus noda. (Berjalan
menghampiri Kartika dan memegang keningnya dengan lembut)
Kartika :
Itu apa? (Menunjuk bungkusan tas plastik
hitam yang dibawa Kartini)
Kratini :
Oh, ini… tidak penting kok. Bagaimana keadaanmu Nduk? Mau ibu buatkan wedang jahe? Atau bubur? (sambil memasukkan bungkusan itu ke kolong ranjang.
Kartika :
Nggak perlu Bu. Saya sudah agak mendingan. Mungkin besok saya sudah diijinkan
Mama masuk sekolah. Mmm.. Ibu terlihat letih. Ibu mau tidur di samping saya?
Kartini :
(Mengangguk kalem) Ya, ibu sangat
lelah. Bolehkah ibu tidur dekat dinding? Rasanya pasti dingin.
Kartika :
Tentu saja, dengan senang hati (bernada
cerai, langsung bangkit menggati posisi tidurnya).
Kartini naik ke ranjang dan langsung
tertidur lelap. Sedang Kartika masih sibuk menulis diary sambil sesekali memandang Kartini. Tiba-tiba penanya terjatuh
ke lantai. Kartika bergegas turun dari ranjang, hendak memungut penanya. Namun,
perhatian sejenak teralih saaat melihat bungkusan hitam milik Kartini. Dengan
hati hati ditariknya keluar bungkusan tersebut dari kolong ranjang.
Kartika :
Hm.. apa yah ini? Ibu Kartini kemana saja sih seharian ini? Tumben juga bawa
oleh oleh… (Membuka tas plastik tersebut.
Ia menemukan jubah hitam dan sebilah pisau berlumuran darah. Kartika memegang
benda benda tersebut dengan airmuka ketakutan. Ia bolak balik memandang Kartini
yang masih tertidur membelakanginya ke benda benda tersebut) Untuk apa
jubah dan pisau? Lantas ini darah siapa?
ADEGAN 12
Kelas
Tampak Malvin sedang menemani Friska yang
sedang bercerita dengan ekspresi sedih. Resnaga duduk di sudut sedang menulis
sesuatu.
Friska :
Windi dan Lena adalah sahabat sahabat terbaikku Vin. Aku nggak rela kalau
kehilangan mereka. Apa salah mereka? Apa maksud pembunuh itu?
Malvin :
Tenanglah Fris.. masih ada aku kok. Setidaknya kau belum kehilangan Lena. Dia
masih di rumah sakit. Aku juga nggak tahu salah mereka apa.
Friska :
Aku takut kalau… kalau… kalau habis ini
giliranku yang dibunuh.
Malvin :
Sst… jangan berkata begitu, sekarang kau aman kok. Sekolah sudah dijaga ketat
oleh polisi.
Kartika masuk ke dalam kelas.
Kartika :
Pagi… (menyapa dengan pelan, datang dan
keheranan melihat wajah wajah duka di kelas)
Malvin dan Friska bangkit dari duduk tanpa
berkata apa pun pada Kartika mereka keluar.
Resnaga :
Tika, kau sakit apa? (Segera menghampiri
Kartika, cemas)
Kartika :
Cuma demam biasa kok. Ada apaan sih? Kenapa anak anak mendadak aneh. Wajah
mereka seperti penuh ketakutan dan kesedihan. (Meletakkan ranselnya dan duduk)
Resnaga :
Sekolah ini diteror. Ada 2 kasus pembunuhan selama 2 hari ini.
Kartika :
Pembunuhan?! Bagaimana bisa? (terbelalak
kaget)
Resnaga :
Tika, Windi telah meninggal dengan sangat tragis. Dia ditusuk di kelas. Kemarin
Lena dan Friska juga hendak dibunuh. Tapi, hanya Lena saja yang berhasil
ditusuk. Keadaannya sekarang kritis di rumah sakit. Diperkirakan pembunuh
keduanya sama.
Kartika :
Lantas siapa pembunuhnya?
Resnaga :
Entahlah. Polisi masih menyelidiki teror ini. Polisi hanya dapat keterangan
dari Friska bahwa pembunuh itu memakai jubah daan tudung hitam. Wajahnya tak
tampak. Dia membawa sebilah pisau.
Kartika :
Jubah hitam? Pisau, katamu? (Terdiam
sejenak) Tidak… ini tidak mungkin.. (Menggelengkan
kepala dengan tak percaya)
Resanaga :
Ada apa Kartika? Kau mengenal pembunuhnya? Kau tahu? Siapa?
Kartika :
Res… pembunuhnya.. pembunuhnya adalah Ibu Kartini. Aku harus menemuinya
sekarang! (berdiri dan berlari dengan tergesa keluar kelas)
Resnaga :
Tik, tunggu! TIK! (Berteriak sambil
mengacungkan Map Folder yang tertinggal di meja) Ada apa dengan anak itu?
Akhir akhir ini dia tampak aneh. (Bergumam
sendiri sambil membuka folder tersebut. Di dalamnya ada agenda milik Kartik)
Hm, Diary Kartika. Kira-kira dia marah nggak yah kalau aku baca isinya? (Membuka diary tersebut. Kemudian ia menemukan
sebuah kertas lecek yang terselip di salah satu halaman. Dahinya mengerut
serius tatkala membacanya) Target Pembunuhan? (membaca judul di kertas tersebut)
ADEGAN 13
Siang hari, Kamar Kartika
Kartika :
Ibu, jujurlah padaku!
Kartini :
Maksud Nduk Kartika? Ibu tak paham. (duduk
di tepi ranjang. Airmukanya sangat kalem)
Kartika :
Apa… apa ibu yang membunuh teman temanku?
Kartini :
Temanmu? Teman siapa? Sejauh ini hanya ibulah temanmu Nduk..
Kartika :
Teman sekelas Tika Bu, Windi dan Lena!
Kartini :
(Tertawa dingin, melipat tangannya. Suara
berubah dingin) Apa mereka bisa disebut teman? Setiap bertemu mereka
menganiayamu, menyiksamu… tak tahukah kau ibu sangat menyayangimu, Nduk?
Kartika :
Jadi.. benar? Ibu adalah sosok berjubah hitam itu?! (berkata lirih tak percaya)
Kartini :
Ya, aku memang yang merencanakan semuanya. Target pembunuhan selanjutnya
Friska.
Kartika :
Tidak... tidak mungkin! (menggelengkan
kepala kuat kuat)
Kartini :
Aku pembunuh! Kita pembunuh kaum perusak emansipasi!
Kartika :
NGGAK! Kartini yang aku kenal bukan seorang pembunuh! Kau bukan Ibu Kartini!
Kartini tak kan mungkin membunuh.
Kartini :
Apa yang kau bicarakan? Aku Kartini! Aku melindungi dirimu dari apa pun yang
kau benci!
Kartika :
Kau jahat! Pergi dari sini!
Kembalilah ke duniamu! (Mendorong Kartini ke bingkai cermin)
Kartini :
(Tidak berusaha melawan) Terserah,
kau akan menyesal Nduk… karena telah
mengusirku. Api yang membersihkan api. Api itu juga yang menghancurkan kayu
menjadi abu! Camkan itu! (menghilang dari
balik cermin)
ADEGAN 14
Ruang Kelas…
Friska sedang duduk terdiam, wajahnya
pucat dan sayu. Ketika Kartika muncul ia segera menegakkan badannya. Kartika
datang dengan wajah tampak ekspresi. Ia menutup pintu kelas dan menguncinya.
Friska :
Kartika :
Aku ingin memberimu hadiah yang paling indah… (Tersenyum dingin menghampiri Friska)
Friska : Hadiah? (Tiba-tiba melihat pisau yang digenggam erat
Kartika. Ia terbelalak) Kau mau membunuhku?!
Kartika :
Kalau iya, lantas kenapa? Kemarin
kau lari, sekarang kau tak kan bisa lari lagi Friska cantik… (Berjalan semakin mendekat)
Friska :
(Berdiri merapat ke tembok) Jadi,
kaulah sosok jubah hitam kemarin? Kau yang membunuh Windi kan?!Aku salah apa
padamu?!
Kartika :
Kau tanya salah apa? Kau
sangat bersalah! Ha…ha..ha.. Kau telah
melukai Kartika, melukai Kartini, dan melukai Pertiwi!
Friska :
Aku nggak pernah lukain siapa pun.. pergi! Jangan sakiti aku! TOLONG! TOLONG AKU!
Terdengar pintu digedor keras
Resnaga :
Kartika! Kartika! Buka pintunya!
Bu Sartika :
Tika! Ibu mohon buka pintunya!
Kartika :
(Terkejut, menoleh ke pintu yang masih
tertutup) Pergi kalian dari sini! Aku Kartini! Aku akan membunuh wanita
wanita terkutuk!
Terdengar suara keras. Pintu terdobrak. Resnaga, Bu Sartika dan
Malvin masuk dengan airmuka tegang.
Resnaga :
Kartika lepaskan pisau itu! Kau bukan Kartini! Kau Tika, sahabatku sejak kecil!
Bu Sartika :
Kartika… maafkan Mama. Mama tak pernah tahu kau punya kepribadian ganda.
Lepaskan jiwa jahatmu Nak
Malvin :
please Kartika… kumohon lepaskan
Friska. Maafkan dia… maafkan aku juga.
Kartika :
Persetan kalian semua!!! (Menarik tubuh
Friska lalu mencengkeram leher gadis tersebut. Ujung pisau menempel di kulit mulus
Friska) Jangan berani mendekat!
Resnaga :
Kartika, sadarlah! Bangunlah Tik! Kau adalah Kartika sahabat terbaikku. Kau
adalah gadis baik. Kau bukan pembunuh. Dan Kartini hanya kepribadian yang tak
kau sadari saja Tika. Tenangkan hatimu Tika…
Kartika :
(Oleng, memegang tangannya. Mendadak ia
merasa pusing. Cengkeramannya pada Friska mengendor, seketika Friska berhasil
membebaskan diri dan berlari menghambur ke Malvin) Aku... aku… pembunuh. Aku membunuh orang orang di dekatku. Pergi
dari sini! Pergi! Lekas! Aku tak mau jiwaku yang satunya membunuh kalian!
Pergi! (mengacungkan pisaunya ke atas)
Resnaga :
Tidak! Aku tak mau pergi! Karena aku sangat mencintaimu…
Hening sejenak
Kartika :
(Terisak sambil tersenyum getir) Maaf
Res.. aku nggak bisa. Ak…
aku.. sudah terlanjur membunuh, aku nggak mau ngebunuh Friska, Mama, Malvin dan
kau… Kalau kalian tak mau menjauhiku akulah yang harus pergi. (Menusukkan
pisau tersebut ke jantungnya)
Bu Sartika : TIDAK!!!! (melolong histeris, pingsan)
Tubuh Kartika tersungkur jatuh di lantai.
Menusuk dadanya sendiri dengan pisau yang digenggamnya. Antara kehidupan dan
kematian ia masih bisa tersenyum menahan sakit. Resnaga segera berlari
menghampirinya.
Kartika :
Terimakasih… Ak… aku sayang kali… an semua, khususnya eng…kau Resnaga.. Selamat
tinggal. (memejamkan mata perlahan)
Narator :
(Mengutip salah satu surat Kartini yang
tidak dipublikasikan namun diubah sebagiaan, suara narator diiringi dentingan
gitar, berduka)
Sampai aku menarik napas yang penghabisan,
akan tetap aku berterimakasih pada kalian dan mengucap syukur akan kasih kalian
kepadaku. Seorang buta yang diperbuat melihat, sekali kali tiada menyesal,
matanya dibukakan orang karena bukan barang yang indah indah saja yang menjadi
terlihat olehku dan kalian.
SELESAI
Sidoarjo, 27 Juli 2006
Tuk yang mengabdi tanpa menyadari
Alm. RA Kartini
PS : dalam naskah drama ini
terdapat beberapa kutipan asli maupun yang diubah untuk dialog dan narasi.
Sumber sumber kutipan tersebut :
Buku Habis Gelap terbitlah
Terang (Armijn Pnae)
Buku Kartini Sebuah Biografi
(Siti Soemandari Soeroto)
Buku Ra Kartini (Tashadi)
0 Komentar